Selama ini saya sendiri sering lupa dan menggebu-gebu ingin segera memiliki banyak hal, apapun yang bisa saya lakukan niatnya sampai lupa bukan untuk ibadah melainkan untuk memperoleh uang, padahal kalau saya lapar yang saya butuhkan bukan uang melainkan makanan & minuman. jadi ternyata yang terpenting adalah makan & minum, namun kembali lagi untuk bisa mendapatkan makan dan minuman dibutuhkan uang.
Namun tidak selalu untuk memperoleh makanan dan minuman harus dengan uang, contoh kecil misalnya menghadiri undangan tetangga, ada berkat (semacam nasi tumpeng tapi tidak pakai tumpeng) yang biasa ada di masjid dan musholla ketika ada kegiatan, menghadiri undangan pernikahan dan masih banyak yang lain yang notabene itu tidak membutuhkan uang.
Artinya untuk memperoleh makan dan maupun minuman itu tidak selalu membutuhkan uang, namun karena tidak setiap hari ada acara hajatan ditetangga, tidak setiap hari ada kegiatan dimasjid maupun musholla danataupun undangan pernikahan maka, uang itu tetap saya perlukan untuk memenuhi kebutuhan saya apalagi sekarang saya sudah berkeluarga. uang menjadi terasa lebuh penting lagi, hehehehe.
Suatu ketika saya mendengarkan pengajiannya Gus Baha' di youtube-youtube ada yang penjelasannya mengenai keresahan tentang hidup karena hal ini. ternyata zaman dahulu ada ulama sudah memiliki resep untuk tidak menggebu-gebu terhadap ke-duniawian, yaitu dengan cara mensederhanakan pola pikir tentang kehidupan seperti ini. "cara sederhana supaya bisa hidup tenang adalah dengan tidak menggantungkan diri terhadap sesuatu" artinya sesuatu yang tidak primer. seperti contoh jika cara kita supaya bisa bertahan hidup adalah makan dan minum secukupnya maka kita tidak memerlukan sesuatu yang lebih diluar itu. dalam hal ini untuk mempertahankan hidup kita yang primer itu adalah makanan dan minuman.
contoh lain misalnya yang pernah diceritakan oleh Gus Baha' adalah debat antara Syaikh Imam Asy-Syaf'i dengan gurunya. mereka debat seperti ini "untuk memperoleh sesuatu itu seseorang harus berusaha" (Logika syari'at), namun gurunya berpendapat "tidak seperti itu, jika Alloh menghendaki maka walaupun seseorang itu tidak melakukan apa-apa jika memang sesuatu itu sudah menjadi 'jatah'(ditakdirkan) untuknya maka tetap akan datang sendiri kepada orang tersebut". Kemudian Imam Syafi'i mencontohkan pendapatnya dengan cara seperti ini, imam Syafi'i menginginkan kurma untuk ia makan kemudian imam syafi'i berikhtiar dengan cara bekerja pada sebuah kebun kurma supaya mendapatkan bayaran kurma kemudian benar setelah imam syafi'i bekerja ia mendapat bayaran kurma, setelah itu imam syafi'i mendatangi gurunya dengan membawa kurma sebagai bukti untuk menguatkan pendapatnya terhadap gurunya dan menceritakan bagaimana ia mendapatkan kurma tersebut kepada gurunya. kemudian gurunya pun juga menjawab "sesungguhnya aku juga menginginkan untuk bisa makan kurma kemudian memberitahu kepada imam syafi'i, bahwa imam syafi'i mendatanginya dengan membawakan kurma" dengan demikian cukup juga bagi gurunya imam syafi'i untuk menguatkan pendapatnya. kemudian mereka memakan kurma itu bersama-sama.
ada juga cerita tentang seseorang yang datang pada sebuah acara hajatan dengan memakai pakaian biasa alakadarnya kemudian tuan rumah memperlakukan orang tersebut biasa saja, kemudian orang itu keluar dan datang lagi dengan pakaian priyayi setelah itu si tuan rumah ternyata menyambutnya dan mempersilakan orang tersebut untuk menikmati hidangan yang telah dipersiapkan, kemudian orang ini menyimpulkan bahwa "orangnya sama hanya beda pakaian saja namun si tuan rumah perlakuannya berbeda, berarti si tuan rumah tidak menghargainya melainkan menghargai pakaiannya" akhirnya orang tersebut melumuri pakaiannya dengan segenap hidangan yang telah dipersiapkan si tuan rumah tersebut pada pakaian yang dikenakannya kemudian pergi meninggalkan acara tersebut.
Logikanya begini 'artinya segenap hidangan itu tidak dipersiapkan untuk orangnya melainkan untuk pakaiannya' inilah sebabnya orang tersebut lantas melaburi pakaian yang dikenakan dengan segenap hidangan yang telah dipersiapkan si tuan rumah bukan memakannya. Demikian kira-kira.
Ini sekedar share tentang logika sederhana yang dianut kebanyakan orang-orang sholeh yang memahami tentang hakikat, ya istilahnya "di enggo eling-elingan" (bahasa jawa) dibuat untuk menyadarkan logika yang mungkin saya dan teman-teman mengalami hal yang sama supaya tergugah untuk bersikap hidup lebih santai dan tidak tergesa-gesa dalam mencari keduniawian, semoga bermanfaat.
Terimakasih buat teman-teman yang telah bersedia membaca postingan saya sampai saat ini, mohon maaf bila ada salah ketik atau urutan kata yang membingungkan mungkin, disini saya hanya berkeinginan untuk tadabbur atau mengajak merenungi sesuatu supaya kedepan bisa lebih baik lagi harapannya. jangan lupa untuk meninggalkan komentar dikolom komentar , kritik dan saran saya persilakan untuk sekedar diskusi bukan untuk provokasi maupun berdebat untuk membenarkan pendapat pribadi.